Disparitas di bidang kedokteran masih merupakan kendala aspek kesehatan di Indonesia. Minimnya akses ke daerah-daerah terpencil adalah hal yang hingga kini masih sulit untuk diatasi. Kondisi tersebut akhirnya menyebabkan tingginya angka kematian ibu (AKI) dan bayi di daerah yang tidak memiliki akses pelayanan kesehatan memadai.
Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan Chairul
Radjab Nasution mengatakan, untuk menjawab tantangan tersebut, maka
baik tenaga kesehatan, pemerintah, swasta, pasien ataupun pihak-pihak
terkait lainnya perlu siap menghadapi "telemedicine" atau pengontrolan
kesehatan jarak jauh.
"Telemedicine yang mencakup telekardiologi, tele-ultrasonografi,
dan lain-lain merupakan hal yang memudahkan penyampaian informasi yang
baik hingga ke semua daerah," ujarnya dalam konferensi pers program
Mobile Obstetrical Monitoring (MoM) di Jakarta, Selasa (11/3/2014).
Menurut Chairul, telemedicine membutuhkan sistem yang baik dan
melibatkan tim dokter spesialis. Khususnya untuk menekan AKI, tim juga
membutuhkan bantuan tenaga kesehatan lain yang lebih dekat dengan
masyarakat yaitu bidan.
AKI merupakan indikator penilaian dari kondisi pelayanan kesehatan
di suatu negara. Di Indonesia AKI masih terbilang tinggi. Data WHO tahun
2010 menunjukkan AKI di Indonesia mencapai 228/100.000 kelahiran hidup.
Sementara Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan,
angkanya mencapai 359/100.000 kelahiran hidup.
Menurut dokter spesialis kebidanan dari RSIA Bunda Ivan Sini,
kondisi tersebut salah satunya dipengaruhi oleh minimnya kesadaran
pemeriksaan kehamilan teratur oleh ibu hamil. Dengan kata lain, calon
ibu tidak mengetahui faktor risiko dari kehamilannya sehingga
rentan mengalami komplikasi.
"Dengan mengaplikasikan teknologi, maka tenaga kesehatan dapat
menentukan risiko komplikasi tanpa harus pasien datang ke tempat
pelayanan kesehatan. Jadi tenaga kesehatan yang sudah mengetahui risiko
pasien lah yang datang ke pasien," jelas Ivan.
Masih jauh dari target
Menurut Ivan, untuk mencapai sistem telemedicine yang baik maka
diperlukan kolaborasi yang baik dari tenaga kesehatan, pihak pemerintah,
swasta, dan pihak-pihak terkait lainnya. Kesiapan dari tenaga kesehatan
menghadapi perkembangan teknologi sangat pesat harus bisa diimbagi oleh
pemerintah dalam menciptakan payung hukum terhadapnya.
Di luar negeri, kata Ivan, semua pihak telah mendukung
telemedicine. Pemerintah mengeluarkan miliaran dollar untuk
infrastruktur yang mendukung sistem telemedicine.
Sementara itu, di Indonesia kondisinya masih jauh dari itu.
Meskipun begitu, Ivan mengakui Indonesia sudah mulai memasuki era
telemedicine. Terbukti dari mulai berjalannya sebuah proyek percontohan
aplikasi pengontrolan risiko kehamilan di Padang sejak Desember 2013
lalu.
Hingga kini sekitar 500 ibu hamil telah diperiksa dan terdapat 60
lebih yang telah diidentifikasi memiliki kehamilan berisiko tinggi dalam
tiga bulan pertama proyek tersebut berjalan.
Kendati demikian, Ivan mengatakan, masih banyak kendala dan
tantangan yang harus dihadapi dari proyek percontohan tersebut. Antara
lain masih kuatnya kepercayaan masyarakat pada tokoh penolong kelahiran
non-medis hingga kendala sinyal.
http://health.kompas.com/read/2014/03/12/0924352/Hadapi.Era.Telemedicine.Siapkah
0 comments:
Post a Comment