Wednesday, April 16, 2014

INFORMASI GAMBARAN RADIOLOGI PADA ABSES PARU



Abses Paru diartikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi bakteri. Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi . Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya
banyak (multiple small abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia”. Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip di ferensial diagnose sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi,
penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi. Pada umumnya kasus Abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru
sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali
penderita dengan gangguan respons imun seperti  penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari paska obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupupn anaerob dari koloni oropharing yang sering menjadi penyebab abses paru.
Penelitian pada penderita Abses paru nosokonial di temukan kuman aerob seperti golongan
enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi perkutan atau
aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob. Pada umumnya para klinisi menggunakan kombinasi antibiotik sebagai terapi seperti penisilin, metronidazole dan golongan aminoglikosida pada abses paru. Walaupun masih efektif, terapi kombinasi masih memberikan beberapa permasalahan sebagai berikut :
- Waktu perawatan di RS yang lama.
- Potensi reaksi keracunan obat tinggi.
- Mendorong terjadinya resistensi antibiotika.
- Adanya super infeksi bakteri yang mengakibatkan Nosokonial Pneumoni.
-Terapi ideal harus berdasarkan penemuan kuman penyebabnya secara kultur dan sensitivitas.

1.   Etiologi.
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya Abses paru bervariasi sesuai dengan peneliti dan teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan fisliman mendapatkan bahwa organisme penyebab abses paru lebih dari 89 % adalah kuman anaerob. Asher dan Beandry mendapatkan bahwa pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak adalah
stapillococous aureus.
2.   Insidens.
Angka kejadian Abses Paru berdasarkan penelitian Asher et al tahun 1982 adalah 0,7 dari 100.000 penderita yang masuk rumah sakit hampir sama dengan angka yang dimiliki oleh The Children’s Hospital of eastern ontario Kanada sebesar 0,67 tiap 100.000 penderita anak-anak yang MRS. Dengan rasio jenis kelamin laki-laki banding wanita adalah 1,6 : 1 (1, 8).
Angka kematian yang disebabkan oleh Abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 % pada era
preantibiotika sampai 15 – 20 % pada era sekarang. Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari suppurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses,  melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama batuk, kadang terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi empyema. Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru di sebutkan sebagai berikut :
Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses
ditempat lain (nesisitatum) misal abses hepar. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang di jumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak  diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses. 

doktergaul.com 
Categories:

0 comments:

Post a Comment

Advertise