Abses paru
adalah pengumpulan setempat cairan terinfeksi, berupa pus atau jaringan
nekrotik supuratif, dalam suatu kaviti yang terbentuk akibat penghancuran
jaringan sekitarnya (parenkim paru). Defnisi abses paru tidak termasuk pengumpulan
pus dalam ruang atau rongga yang sudah ada sebelumnya seperti kista bronkogenik
terinfeksi atau bula.
Abses paru dapat terjadi secara akut atau kronik. Abses paru akut terjadi dalam 2 minggu atau kadang lebih yang disebabkan oleh infeksi bakteri aerob yang virulen sedang abses paru kronik terjadi dalam waktu lebih dari 4-6 minggu dengan penyakit dasar neoplasma atau infeksi dengan bakteri yang kurang virulen dan anaerob.
Abses paru dapat terjadi secara akut atau kronik. Abses paru akut terjadi dalam 2 minggu atau kadang lebih yang disebabkan oleh infeksi bakteri aerob yang virulen sedang abses paru kronik terjadi dalam waktu lebih dari 4-6 minggu dengan penyakit dasar neoplasma atau infeksi dengan bakteri yang kurang virulen dan anaerob.
Etiologi
Penyebabnya adalah infeksi bakteri pyogenik terutama anaerob, mikobakteria, jamur, parasit dan komplikasi penyakit paru lain seperti keganasan primer atau metastasis. Saat ini abses paru lebih banyak disebabkan oleh kuman anaerob (89%) dan aspirasi materi orofaring merupakan penyebab tersering. Bakteri anaerob tersering adalah Peptostreptococcus, Bacterioides, Fusabacterium dan Microaerophylic streptococcus. Penyebab abses lain adalah parasit (Paragonimus, Entamoeba), jamur (Aspergillus, Criptococcus, Histoplasma, Blastomyces, Coccidioides) dan Mycobacterium. Penyakit dasar neoplasma yang tersering adalah kanker paru jenis sel squamosa.
Penyebabnya adalah infeksi bakteri pyogenik terutama anaerob, mikobakteria, jamur, parasit dan komplikasi penyakit paru lain seperti keganasan primer atau metastasis. Saat ini abses paru lebih banyak disebabkan oleh kuman anaerob (89%) dan aspirasi materi orofaring merupakan penyebab tersering. Bakteri anaerob tersering adalah Peptostreptococcus, Bacterioides, Fusabacterium dan Microaerophylic streptococcus. Penyebab abses lain adalah parasit (Paragonimus, Entamoeba), jamur (Aspergillus, Criptococcus, Histoplasma, Blastomyces, Coccidioides) dan Mycobacterium. Penyakit dasar neoplasma yang tersering adalah kanker paru jenis sel squamosa.
Faktor predisposisi
Faktor predisposisi
terbentuknya abses paru adalah keadaan sebagai berikut: kebersihan gigi buruk, seizure
disorder, pengguna alcohol dan pengguna obat. Pasien lain yang berisiko
terbentuk abses paru yaitu:
·
Individu dengan penurunan kesadaran, koma,
anestesi umum dan sedasi
·
Pasien dengan gangguan paru priimer seperti emboli
septic yang berasal dari endokarditis tricuspid, gangguan vaskulitis,
keganasan paru dengan kaviti, penyakit kistik paru penyakit esophageal seperti
akalasia, refluks, penurunan reflex batuk dan vagal serta obstruksi esophageal.
·
Individu dengan keadaan immunocompromised seperti
kemoterapi steroid, malnutrisi dan trauma multiple.
Pathogenesis
Patogenesis abses merupakan paduan interaksi agen infeksius (terutama bakteri anaerob) dengan berbagai faktor predisposisi abses melalui mekanisme aspirasi sehingga berbagai materi infeksius masuk ke dalam paru. Aspirasi merupakan penyebab tersering. Aspirasi materi orogingival yang mengandung sejumlah besar bakteri akan berperan dalam pembentukan abses paru terutama bila jumlah bakteri meningkat akibat kebersihan gigi buruk atau penyakit gusi. Tidak semua pasien dengan faktor risiko aspirasi akan membentuk abses paru, faktor lain khususnya penyakit komorbid dan kerusakan sistem pertahanan tubuh juga berperan penting terhadap pembentukan abses paru. Aspirasi sejumlah besar bakteri anaerob dan kombinasi multipel mikroorganisme dapat menyebabkan necrotizing pneumonitis yang secara progresif dapat membentuk abses paru. Infeksi primer atau reaktivasi Nocardia sp, Actinomyces dan mycobacteria dapat menstimulasi pembentukan abses paru primer.
Patogenesis abses merupakan paduan interaksi agen infeksius (terutama bakteri anaerob) dengan berbagai faktor predisposisi abses melalui mekanisme aspirasi sehingga berbagai materi infeksius masuk ke dalam paru. Aspirasi merupakan penyebab tersering. Aspirasi materi orogingival yang mengandung sejumlah besar bakteri akan berperan dalam pembentukan abses paru terutama bila jumlah bakteri meningkat akibat kebersihan gigi buruk atau penyakit gusi. Tidak semua pasien dengan faktor risiko aspirasi akan membentuk abses paru, faktor lain khususnya penyakit komorbid dan kerusakan sistem pertahanan tubuh juga berperan penting terhadap pembentukan abses paru. Aspirasi sejumlah besar bakteri anaerob dan kombinasi multipel mikroorganisme dapat menyebabkan necrotizing pneumonitis yang secara progresif dapat membentuk abses paru. Infeksi primer atau reaktivasi Nocardia sp, Actinomyces dan mycobacteria dapat menstimulasi pembentukan abses paru primer.
Lokasi terbentuknya abses
ditentukan oleh gravitasi dan posisi tubuh saat terjadi aspirasi. Posisi
terbanyak saat aspirasi terutama pada posisi tegak dan posisi terlentang
(supine) sehingga abses paru secara khas menempati lokasi pada segmen basal dan
superior lobus bawah dan segmen posterior lobus atas terutama pada paru kanan.
Diagnosis
manifestasi klinik abses paru mungkin mirip dengan gejala awal pneumonia atau kondisi penyakit dasar yang lain. Secara perlahan-lahan akan muncul gejala demam, batuk produktif, kehilangan berat badan, nyeri dada, rasa berat di dada dan malaise. Gejala paling spesifik dan petanda patognomonik infeksi kuman anaerob adalah napas berbau atau sputum berbau busuk meskipun hanya ditemukan pada 50-60% pasien. Hemoptisis didapatkan pada 25% pasien. Infeksi oleh jamur, Nocardia dan Mycobacteria perjalanan penyakit cenderung lambat dan secara perlahan terjadi perburukan gejala.
manifestasi klinik abses paru mungkin mirip dengan gejala awal pneumonia atau kondisi penyakit dasar yang lain. Secara perlahan-lahan akan muncul gejala demam, batuk produktif, kehilangan berat badan, nyeri dada, rasa berat di dada dan malaise. Gejala paling spesifik dan petanda patognomonik infeksi kuman anaerob adalah napas berbau atau sputum berbau busuk meskipun hanya ditemukan pada 50-60% pasien. Hemoptisis didapatkan pada 25% pasien. Infeksi oleh jamur, Nocardia dan Mycobacteria perjalanan penyakit cenderung lambat dan secara perlahan terjadi perburukan gejala.
Hasil pemeriksaan fisik dapat
bervariasi dan berhubungan dengan kondisi penyakit sekunder yang mendasari
misalnya pneumonia atau efusi pleura. Juga bergantung pada mikroorganisme yang
terlibat, berat dan perluasan penyakit serta kondisi komorbid yang ada. Demam
terjadi pada 60-90% pasien. Suhu badan rendah ditemukan pada infeksi anaerob
sedang suhu yang tinggi (>38,5 oC) terjadi pada infeksi
mikroorganisme lainnya dan biasanya terdapat bukti penyakit gusi. Apabila
terjadi konsolidasi akan ditemukan penurunan suara napas, perkusi paru redup,
suara napas bronchial dan ronki saat inspirasi. Setelah kaviti terbentuk dapat
muncul suara napas amforik pada daerah paru yang terkena. Pada abses paru
kronik akan memperlihatkan clubbing fingers (jari tabuh), efusi pleura
dan kakeksia. Jari tabuh dapat terjadi pada 20% pasien.
Laboratorium darah dapat
ditemukan lekositosis, peningkatan laju endap darah (LED) dan pergeseran hitung
jenis ke kiri. Foto toraks secara khas memperlihatkan kaviti dengan bentuk tak
teratur dengan gambaran air-fluid level. Diagnosis dibuat paling banyak
berdasarkan pemeriksaan foto toraks. Kelainan radiologis yang sama dapat
terlihat pada cairan yang terdapat pada kista atau bleb berisi cairan. Abses di
perifer dengan foto toraks biasa kemungkinan sulit dibedakan dengan empiema
terlokalisir dengan fistula bronkopleural sehingga diperlukan pemeriksaan
CT-scan toraks.
Diagnosis penyebab spesifik
abses paru tergantung pada pemeriksaan mikrobiologi. Kultur sputum yang
dibatukkan tidak dapat digunakan untuk konfirmasi karena kemungkinan
kontaminasi kuman gram negative dan Staphylococcus aureus yang
berkolonisasi di orofaring sehingga kultur sputum sulit dipercaya dalam
menentukan kuman penyebab. Untuk memperoleh hasil analisis mikrobiologi yang
bebas kontaminasi bisa dilakukan kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar
lavage=BAL), protected specimens bronchoscopy (PSB), transthoracal
aspiration (TTA), percutaneus lung aspiration dan percutaneus
transtracheal aspiration.
Penatalaksanaan
meliputi pemberian antibiotik yang tepat, fisioterapi dengan drainase postural dan tindakan bedah
dilakukan pada kasus yang tidak respons dengan pengobatan yang intensif, lama
atau dengan komplikasi hemoptisis, empiema atau keganasan.
Antibiotic
Pemberian antimikroba yang tepat merupakan terapi utama. Pemilihan antibiotik yang tepat bergantung pada sumber infeksi dan hasil pemeriksaan pewarnaan gram dan kultur spesimen sputum tidak terkontaminasi. Sambil menunggu hasil kultur, agar terapi lebih efektif, diberikan terapi beradasarkan data empiris dan terutama ditujukan untuk melawan bakteri anaerob sebagai penyebab terbesar abses paru. Lama terapi tergantung pada respons klinis dan radiologis pasien, bisa diberikan 4-6 minggu kemudian dilanjutkan sampai didapatkan perbaikan klinis dan radiologis. Pada tahap awal diberikan antibiotik intravena sampai pasien tidak demam dan menunjukkan perbaikan klinis (4-8 hari) diikuti terapi oral 6-8 minggu. Bila respons terapi buruk, perlu dipertimbangkan penyebab lain misalnya obstruksi benda asing, keganasan, infeksi bakteri resisten, mikobakteria atau jamur.
Pemberian antimikroba yang tepat merupakan terapi utama. Pemilihan antibiotik yang tepat bergantung pada sumber infeksi dan hasil pemeriksaan pewarnaan gram dan kultur spesimen sputum tidak terkontaminasi. Sambil menunggu hasil kultur, agar terapi lebih efektif, diberikan terapi beradasarkan data empiris dan terutama ditujukan untuk melawan bakteri anaerob sebagai penyebab terbesar abses paru. Lama terapi tergantung pada respons klinis dan radiologis pasien, bisa diberikan 4-6 minggu kemudian dilanjutkan sampai didapatkan perbaikan klinis dan radiologis. Pada tahap awal diberikan antibiotik intravena sampai pasien tidak demam dan menunjukkan perbaikan klinis (4-8 hari) diikuti terapi oral 6-8 minggu. Bila respons terapi buruk, perlu dipertimbangkan penyebab lain misalnya obstruksi benda asing, keganasan, infeksi bakteri resisten, mikobakteria atau jamur.
Fisioterapi
Fisioterapi dada terdiri atas latihan pernapasan, latihan batuk, perkusi dada, dan drainase postural. Drainase postural akan membantu pasien membersihkan materi purulen sehingga mengatasi gejala dan memperbaiki pertukaran gas. Fisioterapi sebaiknya dikerjakan pada semua pasien terutama pasien dengan produksi sputum yang banyak dan ukuran air-fluid level yang besar.
Fisioterapi dada terdiri atas latihan pernapasan, latihan batuk, perkusi dada, dan drainase postural. Drainase postural akan membantu pasien membersihkan materi purulen sehingga mengatasi gejala dan memperbaiki pertukaran gas. Fisioterapi sebaiknya dikerjakan pada semua pasien terutama pasien dengan produksi sputum yang banyak dan ukuran air-fluid level yang besar.
Drainase
perkutan
Dilakukan apabila tidak
berhasil dengan terapi medis dan drainase postural. Tindakan lebih mudah bila
abses terletak di perifer. Untuk meningkatkan keberhasilan terapi, tindakan ini
dapat dipandu dengan CT-scan toraks, fluoroskopi atau ultrasonografi (USG).
Antibiotik intravena sebaiknya tetap
dilanjutkan selama dan setelah drainase perkutan. Indikasi khusus drainase
perkutan adalah tension abses yaitu perubahan mediastinal, pergeseran fisura,
pergerakan diafragma ke bawah, kontaminasi paru kontralateral, tanda sepsis
setelah 72 jam pemberian antibiotik, ukuran abses lebih dari 4 cm, peningkatan ukuran abses, peningkatan fluid
level dan ketergantungan ventilator yang persisten.
Bronkoskopi
Dahulu bronkoskopi merupakan salah satu standar prosedur penatalaksanaan abses paru. Saat ini bronkoskopi tidak lagi merupakan prosedur rutin namun terapi alternative pada pasien dengan gambaran klinis tidak khas, curiga keganasan atau mengambil benda asing yang menyebabkan obstruksi.
Dahulu bronkoskopi merupakan salah satu standar prosedur penatalaksanaan abses paru. Saat ini bronkoskopi tidak lagi merupakan prosedur rutin namun terapi alternative pada pasien dengan gambaran klinis tidak khas, curiga keganasan atau mengambil benda asing yang menyebabkan obstruksi.
Pembedahan
Sebelum era antibiotik ditemukan sebagai terapi abses paru, terapi bedah sangat luas digunakan namun sekarang hanya sekitar 10%. Intervensi bedah berupa reseksi atau lobektomi biasanya dilakukan bila terdapat komplikasi misalnya ukuran abases > 6 cm, hemoptisis massif, empiema, obstruksi bronchial, fistel bronkopleural, kecurigaan kanker secara klinis dan kegagalan terapi konservatif (4-6 minggu).
Sebelum era antibiotik ditemukan sebagai terapi abses paru, terapi bedah sangat luas digunakan namun sekarang hanya sekitar 10%. Intervensi bedah berupa reseksi atau lobektomi biasanya dilakukan bila terdapat komplikasi misalnya ukuran abases > 6 cm, hemoptisis massif, empiema, obstruksi bronchial, fistel bronkopleural, kecurigaan kanker secara klinis dan kegagalan terapi konservatif (4-6 minggu).
sumber klikparu.com
0 comments:
Post a Comment