Wednesday, March 26, 2014

ABSES PARU

Abses paru adalah pengumpulan setempat cairan terinfeksi, berupa pus atau jaringan nekrotik supuratif, dalam suatu kaviti yang terbentuk akibat penghancuran jaringan sekitarnya (parenkim paru). Defnisi abses paru tidak termasuk pengumpulan pus dalam ruang atau rongga yang sudah ada sebelumnya seperti kista bronkogenik terinfeksi atau bula.
Abses paru dapat terjadi secara akut atau kronik. Abses paru akut terjadi dalam 2 minggu atau kadang lebih yang disebabkan oleh infeksi bakteri aerob yang virulen sedang abses paru kronik terjadi dalam waktu lebih dari 4-6 minggu dengan penyakit dasar neoplasma atau infeksi dengan bakteri yang kurang virulen dan anaerob.
Etiologi
Penyebabnya adalah infeksi bakteri pyogenik terutama anaerob, mikobakteria, jamur, parasit dan komplikasi penyakit paru lain seperti keganasan primer atau metastasis. Saat ini abses paru lebih banyak disebabkan oleh kuman anaerob (89%) dan aspirasi materi orofaring merupakan penyebab tersering. Bakteri anaerob tersering adalah Peptostreptococcus, Bacterioides, Fusabacterium dan Microaerophylic  streptococcus. Penyebab abses lain adalah parasit (Paragonimus, Entamoeba), jamur (Aspergillus, Criptococcus, Histoplasma, Blastomyces, Coccidioides) dan Mycobacterium. Penyakit dasar neoplasma yang tersering adalah kanker paru jenis sel squamosa.
Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terbentuknya abses paru adalah keadaan sebagai berikut: kebersihan gigi buruk, seizure disorder, pengguna alcohol dan pengguna obat. Pasien lain yang berisiko terbentuk abses paru yaitu:
·      Individu dengan penurunan kesadaran, koma, anestesi umum dan sedasi
·      Pasien dengan gangguan paru priimer seperti emboli septic yang berasal dari endokarditis tricuspid, gangguan vaskulitis, keganasan paru dengan kaviti, penyakit kistik paru penyakit esophageal seperti akalasia, refluks, penurunan reflex batuk dan vagal serta obstruksi esophageal.
·      Individu dengan keadaan immunocompromised seperti kemoterapi steroid, malnutrisi dan trauma multiple.
Pathogenesis
Patogenesis abses merupakan paduan interaksi agen infeksius (terutama bakteri anaerob) dengan berbagai faktor predisposisi abses melalui mekanisme aspirasi sehingga berbagai materi infeksius masuk ke dalam paru. Aspirasi merupakan penyebab tersering. Aspirasi materi orogingival yang mengandung sejumlah besar bakteri akan berperan dalam pembentukan abses paru terutama bila jumlah bakteri meningkat akibat kebersihan gigi buruk atau penyakit gusi. Tidak semua pasien dengan faktor risiko aspirasi akan membentuk abses paru, faktor lain khususnya penyakit komorbid dan kerusakan sistem pertahanan tubuh juga berperan penting terhadap pembentukan abses paru. Aspirasi sejumlah besar bakteri anaerob dan kombinasi multipel mikroorganisme dapat menyebabkan necrotizing pneumonitis yang secara progresif dapat membentuk abses paru. Infeksi primer atau reaktivasi Nocardia sp, Actinomyces dan  mycobacteria dapat menstimulasi pembentukan abses paru primer.
Lokasi terbentuknya abses ditentukan oleh gravitasi dan posisi tubuh saat terjadi aspirasi. Posisi terbanyak saat aspirasi terutama pada posisi tegak dan posisi terlentang (supine) sehingga abses paru secara khas menempati lokasi pada segmen basal dan superior lobus bawah dan segmen posterior lobus atas terutama pada paru kanan.
Diagnosis
manifestasi klinik abses paru mungkin mirip dengan gejala awal pneumonia atau kondisi penyakit dasar yang lain. Secara perlahan-lahan akan muncul gejala demam, batuk produktif, kehilangan berat badan, nyeri dada, rasa berat di dada dan malaise. Gejala paling spesifik dan petanda patognomonik infeksi kuman anaerob adalah napas berbau atau sputum berbau busuk meskipun hanya ditemukan pada 50-60% pasien. Hemoptisis didapatkan pada 25% pasien. Infeksi oleh jamur, Nocardia dan Mycobacteria perjalanan penyakit cenderung lambat dan secara perlahan terjadi perburukan gejala.
Hasil pemeriksaan fisik dapat bervariasi dan berhubungan dengan kondisi penyakit sekunder yang mendasari misalnya pneumonia atau efusi pleura. Juga bergantung pada mikroorganisme yang terlibat, berat dan perluasan penyakit serta kondisi komorbid yang ada. Demam terjadi pada 60-90% pasien. Suhu badan rendah ditemukan pada infeksi anaerob sedang suhu yang tinggi (>38,5 oC) terjadi pada infeksi mikroorganisme lainnya dan biasanya terdapat bukti penyakit gusi. Apabila terjadi konsolidasi akan ditemukan penurunan suara napas, perkusi paru redup, suara napas bronchial dan ronki saat inspirasi. Setelah kaviti terbentuk dapat muncul suara napas amforik pada daerah paru yang terkena. Pada abses paru kronik akan memperlihatkan clubbing fingers (jari tabuh), efusi pleura dan kakeksia. Jari tabuh dapat terjadi pada 20% pasien.
Laboratorium darah dapat ditemukan lekositosis, peningkatan laju endap darah (LED) dan pergeseran hitung jenis ke kiri. Foto toraks secara khas memperlihatkan kaviti dengan bentuk tak teratur dengan gambaran air-fluid level. Diagnosis dibuat paling banyak berdasarkan pemeriksaan foto toraks. Kelainan radiologis yang sama dapat terlihat pada cairan yang terdapat pada kista atau bleb berisi cairan. Abses di perifer dengan foto toraks biasa kemungkinan sulit dibedakan dengan empiema terlokalisir dengan fistula bronkopleural sehingga diperlukan pemeriksaan CT-scan toraks.
Diagnosis penyebab spesifik abses paru tergantung pada pemeriksaan mikrobiologi. Kultur sputum yang dibatukkan tidak dapat digunakan untuk konfirmasi karena kemungkinan kontaminasi kuman gram negative dan Staphylococcus aureus yang berkolonisasi di orofaring sehingga kultur sputum sulit dipercaya dalam menentukan kuman penyebab. Untuk memperoleh hasil analisis mikrobiologi yang bebas kontaminasi bisa dilakukan kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage=BAL), protected specimens bronchoscopy (PSB), transthoracal aspiration (TTA), percutaneus lung aspiration dan percutaneus transtracheal aspiration.
Penatalaksanaan meliputi pemberian antibiotik yang tepat, fisioterapi dengan drainase postural dan tindakan bedah dilakukan pada kasus yang tidak respons dengan pengobatan yang intensif, lama atau dengan komplikasi hemoptisis, empiema atau keganasan.
Antibiotic
Pemberian antimi
kroba yang tepat merupakan terapi utama. Pemilihan antibiotik yang tepat bergantung pada sumber infeksi dan hasil pemeriksaan pewarnaan gram dan kultur spesimen sputum tidak terkontaminasi. Sambil menunggu hasil kultur, agar terapi lebih efektif, diberikan terapi beradasarkan data empiris dan terutama ditujukan untuk melawan bakteri anaerob sebagai penyebab terbesar abses paru. Lama terapi tergantung pada respons klinis dan radiologis pasien, bisa diberikan 4-6 minggu kemudian dilanjutkan sampai didapatkan perbaikan klinis dan radiologis. Pada tahap awal diberikan antibiotik intravena sampai pasien tidak demam dan menunjukkan perbaikan klinis (4-8 hari) diikuti terapi oral 6-8 minggu. Bila respons terapi buruk, perlu dipertimbangkan penyebab lain misalnya obstruksi benda asing, keganasan, infeksi bakteri resisten, mikobakteria atau jamur.
Fisioterapi
Fisioterapi dada terdiri atas latihan pernapasan, latihan batuk, perkusi dada, dan drainase postural. Drainase postural akan membantu pasien membersihkan materi purulen sehingga mengatasi gejala dan memperbaiki pertukaran gas.  Fisioterapi sebaiknya dikerjakan pada semua pasien terutama pasien dengan produksi sputum yang banyak dan ukuran air-fluid level yang besar.
Drainase perkutan
Dilakukan apabila tidak berhasil dengan terapi medis dan drainase postural. Tindakan lebih mudah bila abses terletak di perifer. Untuk meningkatkan keberhasilan terapi, tindakan ini dapat dipandu dengan CT-scan toraks, fluoroskopi atau ultrasonografi (USG). Antibiotik intravena sebaiknya tetap dilanjutkan selama dan setelah drainase perkutan. Indikasi khusus drainase perkutan adalah tension abses yaitu perubahan mediastinal, pergeseran fisura, pergerakan diafragma ke bawah, kontaminasi paru kontralateral, tanda sepsis setelah 72 jam pemberian antibiotik, ukuran abses lebih dari 4 cm, peningkatan ukuran abses, peningkatan fluid level dan ketergantungan ventilator yang persisten.

Bronkoskopi
Dahulu bronkoskopi merupakan salah satu standar prosedur penatalaksanaan abses paru. Saat ini bronkoskopi tidak lagi merupakan prosedur rutin namun terapi alternative pada pasien dengan gambaran klinis tidak khas, curiga keganasan atau mengambil benda asing yang menyebabkan obstruksi.
Pembedahan
Sebelum era antibioti
k ditemukan sebagai terapi abses paru, terapi bedah sangat luas digunakan namun sekarang hanya sekitar 10%. Intervensi bedah berupa reseksi atau lobektomi biasanya dilakukan bila terdapat komplikasi misalnya ukuran abases > 6 cm, hemoptisis massif, empiema, obstruksi bronchial, fistel bronkopleural, kecurigaan kanker secara klinis dan kegagalan terapi konservatif (4-6 minggu).

sumber klikparu.com

Categories:

0 comments:

Post a Comment

Advertise